

Sekitar tahun 1900-an, disekitar hutan belantara ini kedatangan seorang linuwih dari Mataram, Jawa Tengah. Beliau bernama Eyang Kyai Thalib. Beliau dengan segenap pendereknya, membabat hutan gunung Lewang Lewung ini menjadi sebuah pemukiman. Semakin hari pendatang dari Mataram semakin banyak, dan kemudian pemukiman warga ini menjadi sebuah desa dan diberi nama Desa Kedungsalam, termasuk wilayah Kecamatan Donomulyo, Kabupaten
Pada tahun 1913, Eyang Kyai Thalib yang waktu itu berkedudukan sebagai kepala desa pertama dibuat bingung tak karuan dengan databgnya sebuah malapetaka. Malapetaka itu berupa bahaya kelaparan, paceklik dan penyakit aneh. Warga yang sorenya terserang penyakit, esok paginya sudah meninggal. Itu terjadi pada beberapa warga di desa Kedungsalam. Dan malapetaka itu kemiuian diberi tetenger sebagai Pageblug Saparan, karena terjadi pada bulan Sapar. Dalam kebingungannya, beliau teringat akan seorang wanita keponakannya yang waktu iu berada di dukuh Wot Galih, desa Wonokerto, Kecamatan Bantur. Wanita itu bernama Eyang Atun.
Bersama-sama dengan Eyang Atun, Eyang Kyai Thalib bersemedi ditepian Pantai Ngliyep untuk memohon petunjuk-Nya. Alhasil, dari wisik yang diterimanya, beliau beliau harus mengadakan labuh sesaji atau selamatan di Gunung Kombang dengan mengharap ridlo kepada Tuhan Yang Maha Kusa.
Lambat laun, berkat ridlo Allah serta ritual labuh sesaji itu, Pageblug Saparan tersebut sirna. Hingga akhirnya ritual yang sakral ini terus dilanjutkan sekaligus untuk mengusir roh-roh jahat belantara dari keraton Segoro Kidul.
Setelah Eyang Atun Surut kekasidan jati, ritual labuh sesaji diteruskan oleh cucu beliau, yakni Eyang Supiyadi yang kemudian menjadi kepala desa Kedungsalam ke
Ritual Labuh Gunung Kombang dimulai Tahun 1913 , dan untuk tahun ini Labuhan sudah dilaksanakan yang ke – 101 kali. Budaya ini bisa di bilang lestari dan berkelanjutan, karena sudah yang ke – 101.
Ubarampe Labuhan :
Adapun kelengkapan upacara labuh sesaji terdiri dari kepala, kulit, kaki dan darah kambing, serta berbagai macam masakan.
Untuk memasak sesaji, dilaksanakan di rumah Lumbung, rumah peninggalan Eyang Atun yang berada didukuh Krajan RT 21 RW 04, Desa Kedungsalam. Pada saat itu dilokasi masak sesaji pantang didatangi wanita, baik tua maupun muda. Mengapa demikian? Karena pernah suatu kali, pada waktu masak sesaji ada wanita yang datang, masakan itu tidak matang sampai sore hari menjelang acara selamatan.