Pages - Menu

Rabu, 31 Maret 2010

dari temen

seharian setelah tugas selesai, nyobain belajar blogger. akhirnya meski belom bener semua tp dikit2 udh bisa.
hari ini aku juga pengen postingin kata2 dr temenku (sweety brother) yg dya smskan kmren. yach......jadiin memory ajaa biar waktu log in ke blog bs inget dy. hehehe
sweet word from sweet brother gitu,,,,

Ya Allah....
Bila hamba bertemu seseorang dan jatuh cinta....
Izinkan hamba yang terbaik baginya dan dya yang terbaik bagi hamba...
Izinkanlah diri hamba menjadi pelindung baginya...
Izinkanlah wajah hamba menjadi kesenangan baginya...
Izinkanlah mata hamba menjadi keteduhan baginya....
Izinkanlah pundak hamba menjadi tempat melepas keresahan baginya...
Izinkanlah setiap perkataan hamba menjadi kesejukan baginya...

Izinkanlah setiap pelukan menjadi jalan untuk lebih mendekat kepadaMu
Izinkanlah setiap sentuhan menjadi perekat cinta kepadaMu
Izinkanlah setiap pertemuan menjadikan kami bersyukur kepadaMu

Izinkanlah hati yang tulus ini
Tidak pernah tersakiti...
Izinkanlah hati yang rentan ini
Tidak pernah terhianati...

Jiwa ini ada dalam genggamanmu
Izinkanlah jiwa kami
Selalu bertaut dalam cintaMu....

Permintaan terakhirku...
Semoga kami berdua....
Selalu dalam perlindunganMu

Amiiiiiin.

Minggu, 07 Maret 2010

Sejarah Labuhan.......(Labuhan 101, 28 Pebruari 2010)



Sekitar tahun 1900-an, disekitar hutan belantara ini kedatangan seorang linuwih dari Mataram, Jawa Tengah. Beliau bernama Eyang Kyai Thalib. Beliau dengan segenap pendereknya, membabat hutan gunung Lewang Lewung ini menjadi sebuah pemukiman. Semakin hari pendatang dari Mataram semakin banyak, dan kemudian pemukiman warga ini menjadi sebuah desa dan diberi nama Desa Kedungsalam, termasuk wilayah Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang.

Pada tahun 1913, Eyang Kyai Thalib yang waktu itu berkedudukan sebagai kepala desa pertama dibuat bingung tak karuan dengan databgnya sebuah malapetaka. Malapetaka itu berupa bahaya kelaparan, paceklik dan penyakit aneh. Warga yang sorenya terserang penyakit, esok paginya sudah meninggal. Itu terjadi pada beberapa warga di desa Kedungsalam. Dan malapetaka itu kemiuian diberi tetenger sebagai Pageblug Saparan, karena terjadi pada bulan Sapar. Dalam kebingungannya, beliau teringat akan seorang wanita keponakannya yang waktu iu berada di dukuh Wot Galih, desa Wonokerto, Kecamatan Bantur. Wanita itu bernama Eyang Atun.

Bersama-sama dengan Eyang Atun, Eyang Kyai Thalib bersemedi ditepian Pantai Ngliyep untuk memohon petunjuk-Nya. Alhasil, dari wisik yang diterimanya, beliau beliau harus mengadakan labuh sesaji atau selamatan di Gunung Kombang dengan mengharap ridlo kepada Tuhan Yang Maha Kusa.

Lambat laun, berkat ridlo Allah serta ritual labuh sesaji itu, Pageblug Saparan tersebut sirna. Hingga akhirnya ritual yang sakral ini terus dilanjutkan sekaligus untuk mengusir roh-roh jahat belantara dari keraton Segoro Kidul.

Setelah Eyang Atun Surut kekasidan jati, ritual labuh sesaji diteruskan oleh cucu beliau, yakni Eyang Supiyadi yang kemudian menjadi kepala desa Kedungsalam ke lima. Bersama-sama dengan Mbah Radi, Mbah Supiyadi melaksanakan Labuhan sampai Mbah Supiyadi pulang ke Rahmaullah yakni pada tahun 1979, dan sampai sekarang Labuhan diteruskan oleh Mbah Supangat, adik dari Mbah Supiyadi. Namun, karena kondisi Mbah Supangat tidak memungkinkan untuk memimpin ritual Labuh Sesaji, maka tahun 2010 ini pelaksanaan pelaklsanaan Labuh Sesaji diserahkan kepada anak tertua beliau yaitu Bpk. Gatot Sujarwo, mantan Kades Ampelgading.

Ritual Labuh Gunung Kombang dimulai Tahun 1913 , dan untuk tahun ini Labuhan sudah dilaksanakan yang ke – 101 kali. Budaya ini bisa di bilang lestari dan berkelanjutan, karena sudah yang ke – 101.

Ubarampe Labuhan :

Adapun kelengkapan upacara labuh sesaji terdiri dari kepala, kulit, kaki dan darah kambing, serta berbagai macam masakan.

Untuk memasak sesaji, dilaksanakan di rumah Lumbung, rumah peninggalan Eyang Atun yang berada didukuh Krajan RT 21 RW 04, Desa Kedungsalam. Pada saat itu dilokasi masak sesaji pantang didatangi wanita, baik tua maupun muda. Mengapa demikian? Karena pernah suatu kali, pada waktu masak sesaji ada wanita yang datang, masakan itu tidak matang sampai sore hari menjelang acara selamatan. Ada pantangan khusus yang tidak tertulis, disarankan kepada pengikut labuhan untuk tidak memakai pakaian berwarna hijau gadung, karena warna itu adalah warna kebesaran Nyai Ratu Mas, penguasa Kraton Laut Selatan.